Untukmu, tuan berkopiah yang sedang duduk di gedung megah itu. senyumu sama seperti senyum para petani dan nelayan. Marilah kita ngopi sejenak. Tidakkah tuan mengingat, dulu tuan pernah makan gorengan dari kami, menyuap nasi dengan lalap yang alakadarnya dan minum dengan air putih yang kami masak di tungku perapian, tuan pernah berkata "aku juga rakyat biasa". Lalu, dimana tuan sekarang? Apakah kau sudah tak rindu lagi dengan hasil tanaman kami? Apakah karna kini kau sering meminum anggur dari Italia, sehingga tak lagi menyukai kopi kami? Apakah lantai kami terlalu kotor untuk kau tapaki sehingga tak mau lagi bertamu di rumah kami.
Untukmu, tuan berkopian yang sedang duduk di gedung megah itu. Kenapa saat ini tuan hanya diam saja terhadap keresahan dan kegelisahan yang ada di hutan raya ini? Apakah tuan tidak melihat kesedihan, atau tuan tidak mendengar tangisan para bayi, atau, apakah kita sudah tidak bersaudara lagi, wahai tuan berkopiah! Kenapa tuan? Tidakkah tuan merasa bahwa kita punya Tuhan? Tidakkah tuan melihat bahwa agama kita sedang diperolok-olokkan? Tidakkah tuan mengetahui banyak dari kami yang telah dibunuh, ditelanjangi, dirampok? Kami sungguh tersakiti, tuan! Atau, apakah tuan sudah pindah agama? Atau, apakah tuan juga di ancam? Ceritakanlah pada kami jika memang itu benar. Atau munkinkah tuan lagi penat?
Wahai tuan berkopian yang sedang duduk di gedung megah itu! Kemarilah bertandang ditempat kami. Akan ada banyak para budak yang siap melayani tuan, memijit tubuh tuan yang lagi penat sehabis keliling dunia. Tidak usahlah tuan takut dengan kami, karna kami masih manusia yang utuh. Tidaklah kami berniat untuk memperkosa tuan, tidaklah kami berniat untuk menelanjangi tuan. Sebab, kami masih punya kepercayaan, kami cinta, karna kami punya Tuhan.
Apakah tuan juga sama seperti kami?
No comments:
Post a Comment