Kadang-kadang kita seringkali tidak bisa mengambil analogi dari peristiwa kehidupan yang terjadi sehari-hari. Misalnya, bila suatu ketika kita ingin pergi menuju kota A. Jalan untuk menuju ke kota tersebut dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu melewati kota B atau berputar sedikit melalui C. Bila kita tempuh melalui B, waktu yang dibutuhkan sekitar dua jam, sedangkan bila kita melalui C memakan waktu yang lebih lama lagi, yaitu sekitar tiga jam. Pada saat kita akan berangkat, terdengar kabar burung bahwa di kota B sedang terjadi kerusuhan. Maka biasanya, walaupun yang kita dengar hanya kabar angin yang belum jelas kebenarannya, kita tidak mau ambil resiko. Kita akan memutuskan segera berangkat ke kota A melalui C, walaupun jarang yang ditempuh lebih jauh.
Kalau kita mati, dan itu pasti terjadi. Maka secara akal pikiran ada dua kemunkinan yang bakal terjadi sesudah itu. Pertama, kita menguap seperti halnya api obor yang ada. Kedua, kita akan mengalami kehidupan abadi di alam lain dengan menerima segala konsekuensi atas sikap hidup yang kita lakoni pada waktu di dunia dahulu.
Mana yang kita percayai? Dalam hal ini, mengapa tidak kita terapkan saja filosifi di atas? Bukankah jauh lebih aman bila kita menyiapkan diri untuk kemungkinan yang kedua? Seandainya ternyata kemunkinan pertama yang benar, kita pun tidak akan mengalami kerugian. Tetapi bagaimana bila ternyata kemungkinan kedua yang benar? Tentulah kita akan tenggelam dalam penyesalan yang abadi.
No comments:
Post a Comment