Saturday, February 18, 2017

Memahami Situasi Sebelum 212 dan Setelahnya



Ketika Ahok melakukan kunjungan ke Pulau Seribu dengan tujuan kampanye, dia menyelipkan beberapa kalimat tentang “penggunaan” isi ayat Al-Qur’an surat Al-Maidah. Dia menyatakan pendapat itu seakan dia mengetahui apa kandungan dalam surat tersebut. Namun sejatinya dia tidak memahami isi kandungan dari surat tersebut. Dia hanya terjebak dengan pikirannya sendiri yang disenjatai oleh para pesaingnya. Jadi artinya, Ahok terlalu cepat mengambil kesimpulan dengan emosinya. Ahok pun akhirnya di sidang oleh pengadilan karna desakan para umat muslim Indonesia. Saya mengasumsikan bahwa pengadilan hanya punya satu tujuan, yaitu memenuhi keadilan. Bukanlah hal sederhana, karena pengadilan yang mengadili Ahok dihadapkan pada tindakan penistaan agama, yang tidak bisa mereka temukan dalam buku hukum apapun. Tetapi tetap saja, pengadilan harus menjelaskan Ahok sebagai seorang yang dipersidangkan karena tindakannya. Tak ada system dalam persidangan itu, tak ada sejarah, tak ada is-me, tidak juga anti isme, melainkan hanya seorang. Masalahnya dengan tindakan penistaan yang dilakukan Ahok, adalah bahwa dia bersikeras mengungkapkan kualitas diri, seakan tak ada siapa pun yang akan dihukum ataupun dimaafkan. Dia memprotes system perpolitikan, dan lagi bertolak belakang dengan pertanyaan-pertanyaan jaksa, bahwa dia tidak pernah melakukan suatu hal pun diluar inisiatifnya, dia sama sekali tidak punya niat apapun, baik atau buruk, dia hanya mematuhi aturan mainnya sendiri, yang terkuasai oleh waktu, situasi dan kondisi.

Dan fenomena ini yang saya sebut kedangkalan iblis. Saya diberi pernyataan bahwa saya telah menuduh umat islam salah, bahkan ada yang menyebutkan bahwa saya non-muslim.

Saya tidak pernah menyalahkan umat islam, hhmm perlawanan tidak munkin dilakukan, tapi munkin. Saya hanya menyatakan bahwa Ahok sudah meminta maaf, dan juga Ahok bukanlah pemimpin umat, yang jelas-jelas pemimpin umat Islam itu adalah Nabi Muhammad saw. Ahok dan pemimpin lainnya itu bukanlah ulama, melainkan umara. Yaitu yang bertugas menata masyarakat, bukan menyampaikan wahyu. Lantas kenapa dia tidak boleh untuk menjabat sebagai orang pemerintahan? Apa yang salah dengan dia? Jikapun dia seorang non-muslim, bukankah dia sudah bekerja dengan baik, dan dia pun juga tidak memiliki program kristenisasi, juga tidak pernah melarang kumandang adzan di masjid, tidak melarang pemakaian jilbab. Dan hanya alasan itu saja yang saya nyatakan. Sangat penting mempertanyakan, pertanyaan-pertanyaan ini, karena peran masyarakat memberikan pandangan yang tajam tentang totalitas runtuhnya moral yang disebabkan oleh Ahok terhadap umat islam Indonesia yang terhormat khususnya Jakarta.

Saya, tentu saja, seperti yang mereka tahu bahwa saya adalah umat islam. Dan saya diserang sebagai seorang pembenci, yang membela kaum penista dan menghina kaumku sendiri. Ini bukan argument, ini adalah pembunuhan karakter. Saya tidak menulis pembelaan terhadap Ahok, tapi saya mencoba mempertemukan, betapa mengagetkannya hal biasa dari seseorang dengan tindakannya yang tidak disangka. Mencoba memahami tidak sama dengan membela, tidak sama dengan memaafkan. Saya melihat tanggung jawabku adalah untuk memahami sebagai seorang umat muslim. Ini adalah tanggung jawab siapa pun yang berani untuk menuliskannya. Sejak Socrates dan Plato, kita biasa menyebut bahwa berpikir adalah mengikat diri dengan dialog yang sepi antara aku dan diriku. Dalam penolakannya menjadi orang, Ahok sungguh-sungguh menyerahkan satu-satunya kualitas untuk bisa disebut manusia, yaitu kemampuannya untuk berpikir. Dan konsekuensinya dia tidak mampu membuat penilaian moral. Ketidakmampuannya berpikir, dia menciptakan kemungkinan yang dimiliki oleh banyak orang yang tidak pernah disaksikan oleh siapapun. Itu adalah kebenaran.

Saya mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan ini secara filosofis, penjelmaan dari tiupan sebuah pemikiran, bukanlah pengetahuan, tapi kekuatan untuk mengatakan yang benar dari hal yang salah, kecantikan dari suatu hal yang jelek. Dan saya berharap bahwa berpikir memberikan orang kekuatan menghindari bencana pada masa yang seperti ini, masa-masa kritis.

 THANK YOU!!!

No comments:

10 Kelebihan yang Dimiliki Oleh Anak

 Setiap anak memiliki potensi oleh Allah swt. Allah memberikan 10 kelebihan kepada anak, maka orang tua harus memperhatikan kecerdasannya: 1...