Ketika
Ahok melakukan kunjungan ke Pulau Seribu dengan tujuan kampanye, dia
menyelipkan beberapa kalimat tentang “penggunaan” isi ayat Al-Qur’an surat
Al-Maidah. Dia menyatakan pendapat itu seakan dia mengetahui apa kandungan
dalam surat tersebut. Namun sejatinya dia tidak memahami isi kandungan dari
surat tersebut. Dia hanya terjebak dengan pikirannya sendiri yang disenjatai
oleh para pesaingnya. Jadi artinya, Ahok terlalu cepat mengambil kesimpulan
dengan emosinya. Ahok pun akhirnya di sidang oleh pengadilan karna desakan para
umat muslim Indonesia. Saya mengasumsikan bahwa pengadilan hanya punya satu
tujuan, yaitu memenuhi keadilan. Bukanlah hal sederhana, karena pengadilan yang
mengadili Ahok dihadapkan pada tindakan penistaan agama, yang tidak bisa mereka
temukan dalam buku hukum apapun. Tetapi tetap saja, pengadilan harus
menjelaskan Ahok sebagai seorang yang dipersidangkan karena tindakannya. Tak
ada system dalam persidangan itu, tak ada sejarah, tak ada is-me, tidak juga
anti isme, melainkan hanya seorang. Masalahnya dengan tindakan penistaan yang
dilakukan Ahok, adalah bahwa dia bersikeras mengungkapkan kualitas diri, seakan
tak ada siapa pun yang akan dihukum ataupun dimaafkan. Dia memprotes system
perpolitikan, dan lagi bertolak belakang dengan pertanyaan-pertanyaan jaksa,
bahwa dia tidak pernah melakukan suatu hal pun diluar inisiatifnya, dia sama
sekali tidak punya niat apapun, baik atau buruk, dia hanya mematuhi aturan
mainnya sendiri, yang terkuasai oleh waktu, situasi dan kondisi.
Dan
fenomena ini yang saya sebut kedangkalan iblis. Saya diberi pernyataan bahwa
saya telah menuduh umat islam salah, bahkan ada yang menyebutkan bahwa saya
non-muslim.
Saya
tidak pernah menyalahkan umat islam, hhmm perlawanan tidak munkin dilakukan,
tapi munkin. Saya hanya menyatakan bahwa Ahok sudah meminta maaf, dan juga Ahok
bukanlah pemimpin umat, yang jelas-jelas pemimpin umat Islam itu adalah Nabi
Muhammad saw. Ahok dan pemimpin lainnya itu bukanlah ulama, melainkan umara.
Yaitu yang bertugas menata masyarakat, bukan menyampaikan wahyu. Lantas kenapa
dia tidak boleh untuk menjabat sebagai orang pemerintahan? Apa yang salah
dengan dia? Jikapun dia seorang non-muslim, bukankah dia sudah bekerja dengan
baik, dan dia pun juga tidak memiliki program kristenisasi, juga tidak pernah
melarang kumandang adzan di masjid, tidak melarang pemakaian jilbab. Dan hanya
alasan itu saja yang saya nyatakan. Sangat penting mempertanyakan,
pertanyaan-pertanyaan ini, karena peran masyarakat memberikan pandangan yang
tajam tentang totalitas runtuhnya moral yang disebabkan oleh Ahok terhadap umat
islam Indonesia yang terhormat khususnya Jakarta.
Saya,
tentu saja, seperti yang mereka tahu bahwa saya adalah umat islam. Dan saya
diserang sebagai seorang pembenci, yang membela kaum penista dan menghina
kaumku sendiri. Ini bukan argument, ini adalah pembunuhan karakter. Saya tidak
menulis pembelaan terhadap Ahok, tapi saya mencoba mempertemukan, betapa
mengagetkannya hal biasa dari seseorang dengan tindakannya yang tidak disangka.
Mencoba memahami tidak sama dengan membela, tidak sama dengan memaafkan. Saya
melihat tanggung jawabku adalah untuk memahami sebagai seorang umat muslim. Ini
adalah tanggung jawab siapa pun yang berani untuk menuliskannya. Sejak Socrates
dan Plato, kita biasa menyebut bahwa berpikir adalah mengikat diri dengan
dialog yang sepi antara aku dan diriku. Dalam penolakannya menjadi orang, Ahok
sungguh-sungguh menyerahkan satu-satunya kualitas untuk bisa disebut manusia,
yaitu kemampuannya untuk berpikir. Dan konsekuensinya dia tidak mampu membuat
penilaian moral. Ketidakmampuannya berpikir, dia menciptakan kemungkinan yang
dimiliki oleh banyak orang yang tidak pernah disaksikan oleh siapapun. Itu
adalah kebenaran.
Saya
mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan ini secara filosofis, penjelmaan dari
tiupan sebuah pemikiran, bukanlah pengetahuan, tapi kekuatan untuk mengatakan
yang benar dari hal yang salah, kecantikan dari suatu hal yang jelek. Dan saya
berharap bahwa berpikir memberikan orang kekuatan menghindari bencana pada masa
yang seperti ini, masa-masa kritis.
THANK YOU!!!
No comments:
Post a Comment